Saiful Ma'ruf | Nurwijayanti | Syifa Nisrina | Baduy Lebak | Budaya Banten | Potret Indonesia | Album Keluarga | Sejarah Islam | Tafsir Fi Jilal | Riyadhush Sholihin | Penyejuk Hati | Gambar

Selasa, 12 April 2011

PSIKOPAT


PSIKOPAT
 Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya.
Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental. Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau di rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan .
Seorang ahli psikopati dunia yang menjadi guru besar di Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada bernama Robert D. Hare telah melakukan penelitian psikopat sekitar 25 tahun. Ia berpendapat bahwa seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balik fakta, menebar fitnah, dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri.
Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan.
Psikopat memiliki 20 ciri-ciri umum. Namun ciri-ciri ini diharapkan tidak membuat orang-orang mudah mengecap seseorang psikopat karena diagnosis gejala ini membutuhkan pelatihan ketat dan hak menggunakan pedoman penilaian formal, lagipula dibutuhkan wawancara mendalam dan pengamatan-pengamatan lainnya. Mengecap seseorang dengan psikopat dengan sembarangan beresiko buruk, dan setidaknya membuat nama seseorang itu menjadi jelek.

Lima tahap mendiagnosis psikopat
1.      Mencocokan kepribadian pasien dengan 20 kriteria yang ditetapkan Prof. Hare. Pencocokkan ini dilakukan dengan cara mewawancara keluarga dan orang-orang terdekat pasien, pengaduan korban, atau pengamatan prilaku pasien dari waktu ke waktu.
2.      Memeriksa kesehatan otak dan tubuh lewat pemindaian menggunakan elektroensefalogram, MRI, dan pemeriksaan kesehatan secara lengkap. Hal ini dilakukan karena menurut penelitian gambar hasil PET (positron emission tomography) perbandingan orang normal, pembunuh spontan, dan pembunuh terencana berdarah dingin menunjukkan perbedaan aktivitas otak di bagian prefrontal cortex yang rendah. Bagian otak lobus frontal dipercaya sebagai bagian yang membentuk kepribadian [3] [4].
3.      Wawancara menggunakan metode DSM IV (The American Psychiatric Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder versi IV) yang dianggap berhasil untuk menentukan kepribadian antisosial.
4.      Memperhatikan gejala kepribadian pasien. Biasanya sejak usia pasien 15 tahun mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan kejiwaan.
5.      Melakukan psikotes. Psikopat biasanya memiliki IQ yang tinggi.

Gejala-gejala psikopat
1.      Sering berbohong, fasih dan dangkal. Psikopat seringkali pandai melucu dan pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang sosiologi, psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan lain-lain. Seringkali pandai mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
2.      Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
3.      Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya namun ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
4.      Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.
5.      Sikap antisosial di usia dewasa.
6.      Kurang empati. Bagi psikopat memotong kepala ayam dan memotong kepala orang, tidak ada bedanya.
7.      Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
8.      Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Untuk psikopat tidak ada waktu untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
9.      Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
10.  Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki respon fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar -- bagi psikopat hal ini tidak berlaku. Karena itu psikopat seringkali disebut dengan istilah "dingin".
11.  Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan dirinya.

Penyebab Seseorang Menjadi Psikopat
Banyak orang sering mendustai diri mereka sendiri atau menghabiskan waktu dengan sesuatu yang tak mereka sukai, meskipun sedikit sekali dari mereka yang merasa bersalah dengan kebohongan yang mereka lakukan.
Para ilmuwan menemukan bahwa munculnya kesadaran yang tiba-tiba dapat meningkatkan aktivitas di otak. Intinya lebih banyak membutuhkan usaha untuk berbohong daripada berkata jujur.
Namun seseorang yang memiliki kecenderungan psikopat, berbohong dan berkata jujur sama mudahnya. Saat seorang anak menumbuhkan bakat berbohongnya sekitar usia tiga sampai empat tahun – mereka juga mengembangkan kemampuan untuk berempati.
Namun para peneliti mengungkapan bahwa seorang individu yang agresif serta mengalami gangguan personality antisosial tak mengalami perkembangan tersebut, sehingga mereka tak memiliki panduan moral.
Pengalaman traumatis serta kurangnya kontak dengan orang dewasa bisa menjadi pemicu yang bisa disalahkan.

Kebohongan Itu  OK
Alasan mengapa seseorang menjadi psikopat telah dibahas di sebuah konferensi yang bertajuk "Psychopathy and the Problem of Evil"di Sheffield.
Dr Sean Spence dari Universitas Sheffield, yang mengepalai konferensi, menemukan jika area frontal lobe pada otak akan lebih aktif saat seseorang berbakat bohong dibanding saat mereka berkata jujur. Spence akan melakukan studi pada aktivitas syaraf yang terhubung dengan aktifitas kebohongan.
Dr Spence menuturkan,”Saat kita berbohong, ada bagian dari diri kita yang tak ingin memanipulasi bagian yang lain atau bahkan mengambil keuntungan dari bagian itu. Namun pada individu yang psikopat, aktivitas semacam itu tak dapat kita jumpai sehingga kebohongan adalah hal wajar bagi mereka. bahkan tak ada keraguan untuk saat melakukannya.”
Semua ini juga dipengaruhi orang dewasa yang tak memberikan rasa empati saat mereka masih bocah sehingga individu psikopat tak bisa mempelajari contoh yang kerap diberikan orang dewasa, dan memicu berkembangnya gangguan personality antisocial yang agresif.
“Jika mereka pernah mengalami pelecehan seksual ataupun tindak kekerasan, mereka tak akan pernah berhubungan dengan perasaan empati,” tutur Dr Spence yang menekankan jika 'good parenting' merupakan masalah penting untuk mencegah perkembangan kelainan tersebut.
“Bahkan jika seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual, namun paling tidak mereka pernah menjalin hubungan baik dengan orang dewasa maka trauma tersebut tak membuat mereka berkembang menjadi seorang kriminal.”

Diet dan Olah Tubuh
Diet yang dilakukan saat masa kanak-kanak juga mempengaruhi seorang individu menjadi psikopat.
Konferensi yang dipimpin Professor Adrian Raine, seorang psikolog dari Universitas California menuturkan jika dia melibatkan satu kelompok yang terdiri dari anak-anak berusia tiga tahun yang menjalani program diet, latihan serta menjalani simulasi cognitive dalam penelitiannya.
Pada usia 11 tahun mereka menunjukkan peningkatan aktivitas otak saat menjalani brain scan reading (pembacaan otak) dan di usia 23 tahun sekitar 64% mereka yang tak menjalani program tersebut ternyata memiliki catatan kriminal.
Professor Raine menuturkan,”Ini bukan jenis peluru perak untuk menyelesaikan masalah kriminal dan kekerasan, namun aku rasa ini merupakan salah satu pemicu terjadinya kriminalitas. Perilaku keluarga merupakan bibit seorang individu berkembang untuk melakukan perbuatan kriminal yang kerap terlihat dia awal hidup individu.”
Dr Spence menambahkan bahwa pengaruh alkohol serta narkoba juga memicu kerusakan otak yang menyebabkan perilaku psikopat. Namun ada juga individu yang tak menunjukkan tanda-tanda perilaku psikopat malah melakukan hal yang keji dalam situasi yang tak biasa ataupun diluar kendalinya.
“Di Rwanda sekitar 800 ribu penduduk sipil dibunuh secara keji dalam 100 hari, saat itu hampir setiap orang menyebut pembunuhan merupakan hal yang normal – sebuah pengaruh dari perubahan lingkungan.”

Deteksi Dini Psikopat
Ternyata tidak semua pembunuh adalah psikopat dan tidak semua psikopat pembunuh. Sebenarnya lebih banyak lagi psikopat yang berkeliaran dan hidup di tengah-tengah masyarakat, bukan sebagai pelaku kriminal. Selama ini mungkin tidak disadari psikopat ada di sekitar kita. Apakah dia tetangga, teman kerja atau bahkan pasangan serta anggota keluarga. Penyimpangan perilaku itu adalah sikap egois, tidak pernah mengakui kesalahan bahkan selalu mengulangi kesalahan, tidak memiliki empati, dan tidak punya hati nurani. Bila itu semua ada, kecurigaan adanya psikopat layak diberikan.
Penelitian menunjukkan bahwa psikopat berkaitan dengan genetik, gangguan fungsi otak, dan lingkungan. Mengingat dampak yang terjadi sangat besar dan berbahaya, maka harus diupayakan tindakan pencegahannya. Namun, pencegahan lebih sulit dilakukan karena faktor penyebab psikopat sendiri hingga saat ini masih belum dapat diungkapkan secara jelas. Karenanya, tindak pencegahan optimal yang dapat dilakukan sejauh ini adalah sebatas mengenali faktor risiko sejak dini.

Pribadi Psikopat
Psikopat tak sama dengan skizofrenia, karena seorang psikopat sadar penuh atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya sering kali disebut "orang gila tanpa gangguan mental". Menurut penelitian, sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena 80%-nya lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau di rumah sakit jiwa. Pengidapnya juga sukar disembuhkan. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, pelaku bunuh diri, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20% dari total jumlah psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, memesona, punya daya tarik luar biasa dan menyenangkan.

Teori Penyebab
Berbagai teori dikemukakan oleh para peneliti untuk menjelaskan kemungkinan penyebab kepribadian psikopat. Di antaranya teori kelainan struktural otak seperti penurunan intensitas bagian otak di daerah prefrontal grey matter dan penurunan volume otak di bagian posterior hippocampal dan peningkatan intensitas otak bagian callosal white matter. Teori lain adalah gangguan metabolisme serotonin, gangguan fungsi otak dan genetik yang diduga ikut menciptakan karakter monster seorang psikopat.
Mungkin saja tidak ditemukan kerusakan otak pada seorang yang menunjukkan gejala psikopatik, melainkan terdapat anomali dalam caranya memproses informasi. Hal ini pernah dibuktikan dalam penelitian menggunakan MRI melalui pengenalan gambar-gambar kasus bunuh diri yang tidak menyeramkan. Pada orang nonpsikopat terlihat banyak sekali aktivasi di amigdala (suatu area di otak), sedangkan pada psikopat tidak tampak perbedaan sama sekali. Peningkatan aktivitas otak psikopat terjadi di area lain pada otak yaitu area ekstra-limbik. Tampaknya psikopat menganalisis materi emosional di area otak tersebut.
Tidak mudah mendiagnosis psikopat. Namun, ada tiga ciri utama yang biasanya melekat pada seorang psikopat, yakni egosentris, tidak punya empati, dan tidak pernah menyesal. Lebih jauh, ada sepuluh karakter spesifik psikopat. Di antaranya, tidak memiliki empati, emosi dangkal, manipulatif, pembohong, egosentris, pintar bicara, toleransi yang rendah pada rasa frustrasi, membangun relasi yang singkat dan episodik, gaya hidup parasitik, dan melanggar norma sosial yang persisten.

Deteksi Dini
Selain ada anomali di otak, faktor genetik dan lingkungan juga berperan besar melahirkan karakter psikopat. Ciri psikopat sebenarnya bisa dideteksi sejak kanak-kanak melalui berbagai perilaku yang tidak biasa. Perilaku antisosial pada anak-anak ternyata merupakan warisan genetik.
Bila faktor genetik berpengaruh, maka gangguan perilaku psikopat dapat diminimalkan sejak usia anak. Langkah awal yang mungkin dilakukan adalah melakukan deteksi dini faktor risiko dan gangguan perilaku pada anak. Karena faktor genetik adalah faktor yang diturunkan, maka faktor orangtua juga harus menjadi perhatian. Artinya, jika salah satu orangtua menunjukkan gejala psikopat, maka anak akan berpotensi mempunyai risiko yang mengalami hal yang sama. Beberapa gejala psikopat itu adalah:
1. Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Bagi psikopat tidak ada waktu untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan. Mereka juga tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
2. Sering berbohong, fasih dan dangkal. Psikopat sering kali pandai melucu dan pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang sosiologi, psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan lain-lain. Sering kali pandai mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
3. Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki respons fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar. Karena itu psikopat sering kali disebut dengan istilah "dingin".
4. Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
5. Tidak punya rasa sesal, rasa berdosa, dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya, ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
6. Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.
7. Kurang empati. Bagi psikopat, memotong kepala ayam dan memotong kepala orang, tidak ada bedanya.
8. Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
9. Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
10. Tidak bertanggung jawab atas kewajiban.
11. Tidak bertanggung jawab atas tindakan sendiri.
12. Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan dirinya.
13. Sikap antisosial di usia dewasa.
14. Persuasif dan memesona di permukaan.
15. Butuh stimulasi atau gampang bosan. .
16. Emosi dangkal.
17. Buruknya pengendalian perilaku.
18. Longgarnya perilaku seksual.
19. Masalah perilaku dini (sebelum usia 13 tahun).
20. Tidak punya tujuan jangka panjang yang realistis.
21. Pernikahan jangka pendek yang berulang.
22. Terlibat kenakalan di masa remaja.
23. Melanggar norma.
24. Terlibat keragaman kriminal.

Memang, diagnosis gejala psikopat pada anak sampai saat ini masih sangat sulit ditegakkan karena belum ada alat diagnosis yang dapat digunakan. Namun, pengamatan terhadap anak-anak dalam rentang usia 6–13 tahun bisa mulai dilakukan, sebab beberapa penyimpangan perilaku pada mereka harus diketahui dan dikenali orangtua sejak dini. Beberapa faktor risiko yang harus dicermati, adalah sebagai berikut:
1. Sering berbohong. Jika ketahuan berbohong, ia tak peduli dan akan menutupinya dengan mengarang kebohongan lainnya dan mengolahnya seakan-akan itu fakta.
2. Impulsif dan sulit mengendalikan diri; emosi tinggi, tantrum, dan agresif. Mudah terpicu amarahnya oleh hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
3. Tidak memiliki respons fisiologis yang normal seperti rasa takut yang ditandai tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar bila melakukan kesalahan yang besar dan fatal.
4. Emosi dangkal; saat sedih dan gembira ekspresinya tidak terlalu kelihatan.
5. Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah, sering menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
6. Senang melakukan pelanggaran dan peraturan keluarga atau sekolah.
7. Kurang empati terhadap perasaan keluarga dan teman sepermainan.
8. Agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.

PENCEGAHAN DINI
Mengingat faktor penyebab psikopat masih belum terungkap jelas, maka penanganan yang dilakukan memang tidak bisa optimal. Pengobatan dan rehabilitasi psikopat saat ini baru dalam tahap kompleksitas pemahaman gejala. Terapi yang paling mungkin adalah tanpa obat seperti konseling. Namun melihat kompleksitas masalahnya, terapi psikopat bisa dikatakan sulit bahkan tidak mungkin. Seorang psikopat tidak merasa ada yang salah dengan dirinya sehingga memintanya datang teratur untuk terapi adalah hal yang mustahil. Yang bisa dilakukan manusia adalah menghindari orang-orang psikopat, memberikan terapi pada korbannya, mencegah timbul korban lebih banyak dan mencegah psikopat agar tidak menjadi pelaku kriminal.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor lingkungan juga sangat berpengaruh. Lingkungan tersebut bisa berupa fisik, biologis, dan sosial. Faktor lingkungan fisik dan sosial yang berisiko mengembangkan seorang psikopat menjadi kriminal adalah tekanan ekonomi yang buruk, perlakuan kasar dan keras sejak usia anak, penelantaran anak, perceraian orangtua, kesibukan orangtua, faktor pemberian nutrisi tertentu, dan kehidupan keluarga yang tidak mematuhi etika hukum, agama dan sosial. Lingkungan yang berisiko lainnya adalah hidup di tengah masyarakat yang dekat dengan perbuatan kriminal seperti pembunuhan, penyiksaan, kekerasan, dan lain sebagainya.
Sedangkan lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap tindak kriminal yang saat ini banyak diteliti adalah pola makan. Penelitian yang dilakukan Peter C., dan kawan-kawan pada 1997 mendapatkan hasil yang cukup mengejutkan. Ternyata terdapat kaitan antara diet, alergi makanan, intoleransi makanan dan perilaku kriminal di usia muda. Hal ini akan menjadi informasi dan fakta ilmiah yang menarik dan sangat penting. Meskipun demikian masih belum dapat dijelaskan mengapa beberapa faktor tersebut berkaitan. Yang jelas, terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadi tindak kekerasan dan kriminal yang berawal dari agresivitas, emosi, impulsivitas, hiperaktivitas, gangguan tidur, dan sebagainya. Ternyata banyak faktor risiko tersebut juga terjadi pada penderita alergi dan intoleransi makanan. Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak.
Akibat gangguan fungsi otak itulah maka timbul gangguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan tidur, impulsivitas, hingga memperberat gejala autisma dan ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder). Penelitan lanjutan dari riset ini sangat dibutuhkan dan akan menjadi sangat penting, khususnya bagi penderita psikopat yang berisiko menjadi pelaku kriminal.
Seandainya pada anak terdapat faktor genetik dan terdapat beberapa perilaku tersebut, orangtua harus waspada. Karena itu, yang paling penting adalah lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis. Sebaliknya, keluarga yang dibangun penuh kekerasan, anak yang ditolak orangtuanya dan diperlakukan kejam adalah lingkungan yang memicu terbentuknya seorang "monster manusia" atau psikopat lainnya. Meskipun hanya sebagian kecil saja kelompok psikopat yang berurusan dengan kriminalitas, tetapi tetap saja mereka merupakan racun dan sampah masyarakat.
Jika deteksi dini gangguan perilaku dilakukan dengan baik, ditunjang kehidupan keluarga yang baik dan harmonis maka idealnya seorang psikopat tidak akan berubah menjadi pelaku kriminal. Hal ini sangat penting diupayakan agar tak sampai mengakibatkan kehidupan yang kelam bagi masa depan anak. Ingat, faktor genetik, gangguan fungsi otak, dan lingkungan dapat saling memengaruhi.

Psikopat Di Sekitar Kita
Istilah psiko (psycho) atau psiki (psyche) berasal dari Yunani yang berarti jiwa. Psikopatologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang kelainan atau gangguan emosi dan perilaku. Dalam psikiatri, psikopat atau sosiopat ataugangguan karakter cukup sulit menerima terapi. Sebelum jauh membahas Psikopat, ada baiknya kita tinjau sejenak, apa itu psikopat? Apa penyebabnya(Etiologi)? Bagaimana mendeteksinya? Dan bisakah disembuhkan?

Apa itu Psikopat ?
 Psikopat adalah suatu gejala kelainan kepribadian yang sejak dulu dianggap berbahaya dan prof Robert haremengganggu masyarakat. Dr. Hervey Cleckley, psikiater yang dianggap salah satu peneliti perintis tentang Psikopat, menulis dalam bukunya “The Mask of Sanity” (1947, dalam Hare, 1993), menggambarkan Psikopat sebagai pribadi yang “likeable, charming, intelligent, alert, impressive, confidence-inspiring, an a great success with the ladies”, tetapi sekaligus juga “irresponsible, self destructive, and the like”. Demikian pula Dr. Robert Hare, dalam bukunya “Without Conscience: The disturbing world of the Psychopaths among us“ (1993) masih bergelut dengan isu yang sama, yaitu kepribadian psikopat yang nampaknya baik hati, tetapi sangat merugikan masyarakat. (3)
Namun perlu dicatat, bahwa istilah Psikopat, yang sejak 1952 diganti dengan Sosiopat dan dalam DSM II 1968 resmi dinamakan Sosiopat (Ramsland, tanpa tahun) itu, justru tidak bisa ditemukan dalam DSM IV. Yang ada dalam manual baku yang digunakan oleh para psikitaer di seluruh Amerika Serikat (dan diacu juga oleh para psikolog klinis dan psikiater dan psikolog di Indonesia) itu adalah 10 jenis Kelainan Kepribadian (Personality Disorders) (American Psychiatric Association, 1994: 629). (3)
Seorang psikopat dapat melakukan apa saja yang diinginkan dan yakin bahwa yang dilakukannya itu benar. Sifatnya yang pembohong, manipulatif, tanpa rasa kasihan atau rasa bersalah setelah menyakiti orang lain, tanpa ekspresi, sulit berempati dengan orang lain dan mudah mengancam siapa saja, bahkan kadang-kadang ia dapat bertindak kejam tanpa pandang bulu. Pembicaraan mengenai dirinya sangat melambung tinggi dan melihat kelemahan dirinya ada pada orang lain dan tidak peduli terhadap siapapun. (2)
Di Amerika Serikat, Psikopat cukup banyak. Di Indonesia data pastinya memang belum ada. Dra. Tieneke Syaraswati, DNS, Ed, M.Fil, A.And dari FKUI mensinyalir jumlahnya pasti banyak. (4)

Apa penyebabnya (etiologi) ?
Sama seperti definisi dan ruang lingkup, tidak berbicara jelas tentang faktor-faktor penyebab kelainan kepribadian yang bernama psikopat ini. Sampai saat ini, banyak penelitian yang mendukung berbagai aspek penyebab kelainan ini antara lain (3) :
1. Kelainan di otak.
Hubungan antara gejala Psikopat dengan kelainan sistem serotonin, kelainan struktural (“…decreased prefrontal grey matter, decreased posterior hippocampal volume and increased callosal white matter) dan kelainan fungsional (… dysfunction of particular frontal and temporal lobe) otak. (Pridmore, Chambers & McArthur 2005).
2. Lingkungan.
Mereka yang berkepribadian psikopat memiliki latar belakang masa kecil yang tidak memberi peluang untuk perkembangan emosinya secara optimal. (Kirkman, 2002).
3. Kepribadian sendiri.
Adanya korelasi antara perilaku orang-orang dengan sindrom psikopat, dengan skor yang tinggi dalam tes kepribadian Revised NEO Personality Inventory (NEO-P-I-R,1992). (Miller & Lynam, 2003)
Selain beberapa penelitian diatas masih banyak lagi penelitian tentang etiologi psikopat. Sebagian besar psikolog dan psikiater masih berpegang pada faktor lingkungan dalam timbulnya kepribadian psikopat ini.

Bagaimana mendeteksinya ?
Kesulitan metodologis dalam penelitian tentang Psikopat, terutama datang dari terbatasnya kasus yang tersedia. Karena itu beberapa penelitian hanya didasarkan pada satu kasus saja (Hare, 1993; Litman, 2004; Bauchard, 2002). Beberapa penelitian lain terbatas pada sampel tertentu yang bias, seperti Narapidana, hanya bisa dilakukan terhadap topik-topik yang lebih umum dan bisa menggunakan responden umum seperti studi komparatif (N orang dengan indikasi Psikopat berdasarkan DSM IV = 89, N kontrol = 20) (Dolan & Fullam, 2004), atau studi simulasi (N mahasiswa S1 = 174) (Guy & Edens,2003).(3)
 Walaupun tidak dapat menentukan penyebabnya, saat ini terdapat alat yang baik untuk mendiferensiasi antara orang-orang dengan gejala psikopat dengan yang tidak, yaitu Psychopath Check List – Revised (PCL-R) yang dikembangkan oleh Prof.Robert Hare yang terdiri atas 20 kuesioner yang memiliki skor 0-2 di setiap pertanyaan. Sedikit kutipan dari 20 pertanyaan dalam PCL-R tentang ciri-ciri psikopat, sebagai berikut (5) :

   1. Persuasif dan memesona di permukaan.
   2. Menghargai diri yang berlebihan.
   3. Butuh stimulasi atau gampang bosan.
   4. Pembohong yang patologis.
   5. Menipu dan manipulatif.
   6. Kurang rasa bersalah dan berdosa.
   7. Emosi dangkal.
   8. Kasar dan kurang empati.
   9. Hidup seperti parasit.
  10. Buruknya pengendalian perilaku.
  11. Longgarnya perilaku seksual
  12. Masalah perilaku dini (sebelum usia 13 tahun).
  13. Tidak punya tujuan jangka panjang yang realistis.
  14. Impulsif.
  15. Tidak bertanggung jawab atas kewajiban.
  16. Tidak bertanggung jawab atas tindakan sendiri.
  17. Pernikahan jangka pendek yang berulang.
  18. Kenakalan remaja.
  19. Melanggar norma.
  20. Keragaman kriminal.

Indonesia saat ini menggunakan Tes Minessota Multiphasic Personality Inventory-2 (MMPI-2) untuk mendeteksi kepribadian psikopat ini yang didalamnya terdapat skala klinis, Skala isi, dan Skala penunjang. Pada awalnya tes MMPI-2 digunakan dalam pelayanan kesehatan jiwa, kemudian meluas ke kalangan militer dan pemerintahan sebagai bagian dari seleksi dan rekruitmen calon pegawai, pejabat (Legislatif & Eksekutif), termasuk calon presiden dan wakilnya. (6)
Alat ukur lain yang digunakan berdasarkan teori yang sudah eksis (metode deduksi) adalah Primitive Defense Guide (Helfgott, 2004), Rorschach (Cunliffe & Gacono, 2005), ToM (Theory of Mind) (Dolan & Fullam, 2004; Ritchell, et al. 2003), SCT (Sentence Completion Test) (Endres, 2004), dan NEO PIR (Miller & Lynam, 2003). (3)

Bisakah disembuhkan ?
Sebagai kelainan kepribadian yang belum bisa dipastikan penyebabnya, Psikopat belum bisa dipastikan bisa disembuhkan atau tidak. Perawatan terhadap penderita psikopat menurut pengamatan Hare, bukan saja tidak menyembuhkan, melainkan justru menambah parah gejalanya, karena psikopat yang bersangkutan bisa semakin canggih dalam memanipulasi perilakunya yang merugikan orang lain..Beberapa hal, kata Hare akan membaik sendiri dengan bertambahnya usia, misalnya energi yang tidak sebesar waktu muda.
Menurut Tieneke, perilaku psikopatik biasanya muncul dan berkembang pada masa dewasa, mencapai puncak di usia 40 tahun-an, mengalami fase plateau sekitar usia 50 tahun-an lantas perlahan memudar. “ Psikopat juga bisa disebabkan kesalahan pola asuh.” Tambahnya. Saran Tieneke, “Waspadai anak yang pemarah, suka berkelahi dan melawan, melanggar aturan merusak, dan bengis terhadap hewan serta anak yang lebih kecil”.
Di sisi lain, Kirkman (2002) yang percaya bahwa psikopat terbentuk karena salah asuh pada masa kecil, berpendapat bahwa Psikopat bisa dicegah sedini mungkin dengan memberikan asuhan yang tepat sehingga meminimalkan resiko individu kekurangan afeksi pada masa kecilnya.
Indikasi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dapat disebabkan karena kepribadian Psikopat ternyata mungkin. Menurut Dr. Husein Anuz Sp.KJ, “Ayah yang Psikopat cenderung memberikan anak yang psikopat juga.”. Ini menunjukkan besarnya peran faktor lingkungan. Biasanya Anak akan meniru apa yang dilakukan Orang Tua nya, jadi tidak heran kasus KDRT rata-rata disebabkan karena apa yang mereka perbuat kepada keluarganya saat ini seperti apa yang orang tua mereka dulu perbuat terhadap keluarganya. Di beberapa negara timbul reaksi di masyarakat akibat ketidaktahuan tentang penyembuhan psikopat. Masyarakat mencoba melindungi diri melalui Undang-Undang. Di Belanda, UU Anti Psikopat diluncurkan dua kali (Abad XX dan di tahun 2002). Demikian pula di AS, hukum anti psikopat dimulai tahu 1930-an yang ditujukan pada Sex Offenders. (Granlund, 2005; Quinn, Forsyth & Mullen-Quinn, 2004).
Yang terpenting adalah penanganan korban psikopat. Penanganan korban psikopat seringkali harus mengalami proses penyembuhan yang panjang dan sulit. Umumnya mereka jatuh dalam trauma yang mendalam. Jadi, tak perlu membuang waktu untuk mengubah Psikopat.

 
Multi Kepribadian adalah ciri khas psikopat modern ?